Home » » 212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neo Kapitalisme dan Neo Liberalisme ?

212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neo Kapitalisme dan Neo Liberalisme ?

212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neokapitalisme dan Neo Liberalisme ?
212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neokapitalisme dan Neo Liberalisme ?

Mencuatnya kasus penistaan Agama oleh Ahok tidak saja menjadikan Ahok sebagai pemimpin yang lancang mengusik agama dan tradisi rakyat, namun praktek kekuasaan Ahok telah membongkar contoh buruk bentuk perselingkuhan penguasa dengan pengusaha dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan politik dan keserakahan ekonomi tanpa memperdulikan nasib rakyat (umat).

DR. Rizal Ramli (RR) pernah mengungkapkan dengan tegas bahwa praktek kekuasaan yang dijalankan Ahok atas dasar “kapitalisme ugal-ugalan, negara dipakai untuk menindas rakyat. ini bukan maksud Bung Karno dan Bung Hatta mendirikan Republik ini," (berbagai kasus Penggusuran oleh rezim Ahok).

Perlawanan keras RR terhadap gaya kekuasaan Ahok beserta beking-bekingnya dilatar belakangi cara pandang menjalankan kekuasaan ekonomi politik yang tak adil dan tak beradab anti kerakyatan.

Skandal Reklamasi teluk Jakarta menjadi bukti nyata bahwa kekuasaan yang dilandasi atas dasar paham Neokapitalisme dan Neoliberalisme sangat merugikan kepentingan rakyat dan kedaulatan Negara yang jauh dari rasa keadilan dan keberadaban.
212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neo Kapitalisme dan Neo Liberalisme ?
DR.Rizal Ramli Bongkar Skandal Reklamasi Teluk Jakarta

Belum lagi Program andalan pemerintah yang hanya mengandalkan deregulasi ekonomi dengan salah satunya untuk memuluskan investasi asing sebanyak-banyaknya dari RRC dan Negara-negara besar penggerak kapitalisme global, belum lagi membengkaknya utang luar negeri Indonesia, (tercatat sejak kuartal I 2015 hingga kuartal I 2016, utang luar negeri pemerintah meningkat tajam sebesar USD 44,24 miliar atau Rp 598,78 triliun).

Masuknya SMI dipemerintahan Jokowi yang nota bene pejabat elit di Bank Dunia juga diyakini dalam rangka memuluskan masuknya utang luar negeri selanjutnya, padahal total utang luar negeri Indonesia sekarang sudah mencapai Rp 4.200 triliun, sementara penerimaan APBN hanya sekitar Rp 1.800 triliun. 

Jeratan hutang yang begitu besar membuat Negara tidak berkutik dalam menentukan kebijakannya sebagimana pengalaman yang sudah berjalan, jeratan hutang hanya menumbuhkan ketergantungan dan pendiktean kebijakan-kebijakan negara oleh lembaga dan Negara-negara donor.

Pertumbuhan ekonomi yang ditompang utang luar negeri hanya akan menjadi bom waktu runtuhnya NKRI, tak hanya kebijakan (undang-undang) dan peraturan pemerintah soal energi dan sistem politik, namun terkait reklamasi dan masuknya ribuan TKA asal RRC menjadi bukti NKRI sudah masuk lampu merah akbat jeratan Neokapitalisme dan Neoliberalisme.

Gerakan aksi demonstrasi yang dikemas do’a dan dzikir bersama pada 2 Desember 2016 (212) di Jakarta kemaren menjadi gerakan yang sangat menarik dan cukup membanggakan, jutaan manusia melancarkan protes dengan damai dan santun menolak gaya kepemimpinan Ahok yang di picu kasus penistaan agama.
212 Menjadi Trigger Perlawanan Terhadap Neo Kapitalisme dan Neo Liberalisme ?
Aksi 2 Desember 2016 (212)

Ahok bukan hanya semata-mata sebagai simbol sang pemimpin yang menista agama dan mengoyak tradisi, namun Ahok pantas menjadi simbol nyata praktek kekuasaan yang anti rakyat karena ditompang agenda dan idiologi Neokapitalisme dan Neoliberalisme di Indonesia paska reformasi.

Tugas umat Islam dalam aksi bela Islam dan bela Negara membebaskan NKRI dari jerat praktek kekuasaan Neokapitalisme dan Neoliberalisme yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat relevan dan sebuah keniscayaan.

Contact Form