Home » » Efek Kupu-Kupu Pidato Ahok di Pulau Seribu?

Efek Kupu-Kupu Pidato Ahok di Pulau Seribu?



Ada Salah seorang kawan tiba-tiba kemaren bertanya; kenapa sih seantero Republik ini mempermasalahkan dugaan kasus penisataan agama oleh Basuki Ahok? Apalagi Media juga sering mendramatisir isu tersebut?, Bukankah banyak hal semestinya yang perlu dipemasalahkan selain Ahok, Ahok dan Ahok. 

Semestinya tinggal periksa saja Ahok dan jika terbukti tinggal ditangkap saja dia, apalagi MUI selaku otoritas Dewan Ulama’ yang sah di Republik ini telah membuat kesimpulan Ahok menghina Agama dan Ulama'.

Begitulah tanya dan pendapat kawan yang bukan partisan atau simpatisan partai politik ini, yang tentunya juga bukan pendukung salah satu Cagub DKI 2017.

Kalau di pikir-pikir tidak salah juga kawan kemaren bertanya demikian. Meminjam istilah DR. Rizal Ramli memang faktanya masalah Indonesia sudah terlalu pabeulit (ribet).

Fenomena kasus Ahok dapat saja dianggap suatu dugaan kasus pelanggaran hukum yang biasa jika saja aparat penegak hukum menindak lanjuti laporan masyarakat dan kesimpulan MUI tersebut dengan cepat, sebagaimana penegak hukum pernah menindak kasus-kasus yang serupa, sehingga tidak perlu menguras energi seantero Republik ini yang merasakan ketidakadilan perlakuan hukum yang berpotensi menggangu stabilitas nasional dan keutuhan NKRI (Chaos).

Pidato Ahok sudah menyebabkan "goncangan" (Chaos) di masyarakat, terbukti aksi damai turun kejalan 4 November  kemaren sampai diikuti ratusan ribu massa demonstran.

Fenomena chaos akibat Ahok itu jika tidak segera diambil jalan keluar sumber masalahnya dapat saja memicu peristiwa yang lebih besar di Republik ini, memang Ahok sebelumnya dapat lolos dari sengkarut kasus RS. Sumber Waras dan Reklamasi Teluk Jakarta, namun jika melihat eskalasi kedepan sepertinya Ahok tidak akan dapat lolos dari kasus penistaan Agama yang telah mengusik dan menyinggung bathin publik (Iman/keyakinan).

Kasus Ahok menjadi semacam “effect kupu-kupu” (Butterfly Effect), dimana satu kejadian kecil berefek pada kejadian besar dalam perjalanannya, sebagaimana penjelasan Edward Norton Lorenz yang kala itu menjelaskan soal prakiraan cuaca; “kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil mampu menghasilkan sebuah angin tornado di Texas dalam beberapa bulan kemudian”.

Sangat mungkin jika Ahok menjadi tersangka dalam kasus penistaan Agama kemudian berlanjut ke kasus RS. Sumber Waras, Kasus Bus Scania, Kasus Dana non Budgeter atau Kasus Reklamasi Teluk Jakarta, Sebagaimana teori “Butterfly Efect Lorenz” yang selalu mempunyai “Efect Domino”.

Aksi 4 November kemaren sebenarnya tidak akan serumit hari ini jika saja tuanku presiden Joko Widodo waktu itu dapat menjadi “strange attractor” (kekuatan penarik) dengan menemui perwakilan demonstran dan berdialog untuk mencari jalan keluar yang cepat, adil dan tegas dari kasus hukum Ahok tersebut, dan barangkali situasi Chaos lebih cepat mereda.

Namun sayang konon helikopter yang semestinya menjemput tuanku presiden Joko Widodo dari bandara Soetta terkena macet hingga dialog itu tertunda dan goncangan kian besar. walaupun mestinya kalau guyonan solo bilang; “Ngono Yo Ngono Tapi Yo Ojo Ngono” (Begitu ya Begitu tapi ya jangan begitu).

Yang pasti rakyat fokus saja kawal berbagai dugaan kasus yang melibatkan Basuki Ahok, penistaan Agama bisa saja menjadi pembuka awal skandal-skandal kasus yang diduga menyeret nama Ahok didalamnya, percayakan semua kasus-kasus Ahok kepada penegak Hukum, kalaupun jika di kemudian hari ada ketidakadilan hukum, rakyat pasti lebih sensitif menilainya.

Aparat penegak hukum dan kekuasaan akan berfikir seribu kali jika ingin bermain-main dalam kasus tersebut. Apalagi kasus Ahok juga menyangkut Bathiniyah (keyakinan) publik, ditambah lagi sudah pernah ada peristiwa serupa yang mirip Ahok beserta tindakan hukumnya. 

Semoga harapan publik dijawab penegak hukum secara fair dan adil, agar publik tidak sampai mencari jalan keadilannya sendiri.

Demikian, Salam Keadilan Hukum

Contact Form