Home » » Kemarahan Rakyat Terkanalisasi Lewat Kasus Penistaan Agama, Pesan dan Warning Buat Jokowi dan Masa Depan NKRI.

Kemarahan Rakyat Terkanalisasi Lewat Kasus Penistaan Agama, Pesan dan Warning Buat Jokowi dan Masa Depan NKRI.

Jokowi Di Persimpangan
Kemarahan Rakyat Terkanalisasi Lewat Kasus Penistaan Agama, Pesan dan Warning Buat Jokowi dan Masa Depan NKRI.


Kita tentu tidak ingin adanya Makar, tentu tidak ingin adanya kekacauan (Chaos), tidak ingin adanya kemunduran demokrasi yang ditandai dengan kembalinya Rezim Militer, tidak ingin Penpeng yang telah membajak Reformasi mengambil alih kekuasaan, dan tentu kita juga tidak ingin adanya penista agama yang mengkoyak NKRI bebas berkeliaran.

Kasus Penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok telah memancing kemarahan jutaan rakyat Indonesia, aksi 411 dan 212 menjadi bukti dan fakta kemarahan itu tak terbendung hingga rakyat sampai harus turun ke jalan menyampaikan kegundahannya.

Rezim Jokowi harus sadar bahwa mencuatnnya kasus Ahok tak lain adalah satu bentuk akumulasi kekecewaan rakyat yang muncul dari sekian titik-titik kekecewaan yang kemudian terbingkai dalam satu kasus yang bernama “Penistaan Agama”.

Rakyat sangat kecewa dengan para pelaku skandal BLBI yang masih berkeliaran, aktor skandal Century yang tak tersentuh hukum, kebijakan rezim Jokowi yang mencerminkan kebijakan “Neoliberal” (pencabuatan berbagai macam subsidi publik; BBM, Listrik, dsb.., bersarangnya korlap-korlap Neolib dan para cukong dipemerintahan Jokowi), membengkaknya utang luar negeri kita, tak berdayanya Republik ini menghadapi pengaruh China dan AS (kasus reklamasi, berbondong-bondongnya buruh China, kasus Freeport, penguasaan jutaan hektar lahan perkebunan oleh para Taipan, dsb).

Rezim Jokowi harus jernih dan cerdas membaca pikiran bangsa dan kehendak rakyat, tidak boleh kekuasaan hanya dijalankan dengan spirit “Pragmatisme Ekonomi” dan mengabaikan "Spirit Idiologis" cita-cita berdirinya Republik ini.

Semua kebijakan Negara harus dipastikan mampu mewujudkan "Kedaulatan Politik, Kemandirian Ekonomi dan Jati Diri Sebuah Bangsa". Tidak bisa Negara hanya dipacu dengan "Kerja..Kerja..dan Kerja". Itu hanya slogan rapuh dan palsu yang rawan menyebabkan ketegangan politik dan konflik-konflik horizontal yang dipicu kesenjangan ekonomi dan keadilan hukum akibat kosongnya jiwa kebangsaan yang kering dan mudah keruh.

Kasus Ahok menjadi bukti dan fakta, ketika rezim kekuasaan Jokowi tidak berimbang mengedapankan keadilan hukum, keadilan ekonomi dan membangun jati diri bangsa, maka ketegangan sosial akan mudah pecah hanya sekedar dipicu mulut congkak seorang Ahok.

Waktu masih sangat memungkinkan untuk rezim Jokowi kembali kejalan NKRI, bukan jalan Amerika ataupun China, caranya hanya dengan menangkap dan memenjarakan Ahok si korlap Taipan yang memicu ketegangan sosial dan politik tersebut.

Kemudian rezim Jokowi juga harus kembali ke cita-cita awal berdirinya Republik ini, yakni jalan Trisakti. Dan kembali ke agenda-agenda awal saat kampanye 2014 yang lalu, agenda Nawacita dan Revolusi Mental menjadi lokomotif perubahan.


Contact Form