Home » » Jabat Tangan Jokowi dan Sejuknya Gerakan 212

Jabat Tangan Jokowi dan Sejuknya Gerakan 212

Jabat Tangan Jokowi dan Sejuknya Gerakan 212
Jabat Tangan Jokowi dan Sejuknya Gerakan 212


Kami yakin, aksi massa yang sedianya akan digelar 2 Desember 2016 (212) mendatang adalah panggilan hati rakyat Indonesia menyelamatkan Negara dan menjalankan seruan agama. “Hubbul Wathan Minal Iman, (Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman)”.

Seantero rakyat Indonesia sedang merasakan kegalauan melihat kondisi bangsa dan negara yang kian tak karuan dan melenceng dari semangat dan cita-cita berdirinya Republik ini. Korupsi merajalela, rakyat miskin banyak digusur tak manusiawi, kekuatan modal memegang kendali Negara. dsb. 212 bisa saja momentum Gunung Es dari sekian persoalan yang tak kunjung selesai.

“Orang yang benar cuma bisa bengong, Orang yang salah berpesta pora, Orang baik di-singkirkan, Orang bejat malah dapat pangkat”. Begitulah kira-kira ramalan Joyoboyo.

Negeri ini memang sangat mendesak untuk memperbaiki dirinya sendiri, realitas hukum  golok “Tajam Kebawah Tumpul Keatas” harus segera dirubah dengan hukum yang berkeadilan, berbahaya jika hukum tumpul, tebang pilih dan lemah,"Negara pasti hancur bila hukum tidak berjalan adil" begitulah  petuah Hakim Sung T'zu ketika didalam penjara, Dinasti Song 960 M-1279 M.

Jadi kami membayangkan aksi 212 nanti merupakan puncak aksi massa membangun kesadaran bersama yang diamini semua dengan spirit membela dan menyelamatkan Negara.
Kegalauan yang menemukan titik Momentumnya.

Kami membayangkan presiden Jokowi akan hadir dan ikut do’a dan dzikir bersama pada noment 212 bersama Kapolri, Panglima TNI, Kepala-Kepala Lembaga Negara, Ketua-Ketua Partai, hingga Ketua-Ketua Ormas Islam seantero Republik ini.

Tidak ada lagi kelompok merah yang mengklaim diri kelompok pro kebhinekaan, atau kelompok putih yang mengklaim diri kelompok pro penegakan hukum. Semuanya melebur menjadi satu "Semesta" dalam naungan Merah Putih yang berkebhinekaan dan berkemanusiaan yang adil dan beradab.

Susah payah negeri ini dibangun Founding Father kita bukan untuk saling menjatuhkan, saling menindas maupun saling intrik, “yang salah tetap harus dihukum, dan yang benar tidak boleh petentengan”.

Tidak mungkin kekuatan Negara ini mampu mencegah jutaan rakyatnya yang ingin gelar Sajadah dan berdzikir bersama-sama, apalagi menakut-nakuti rakyat dengan main tangkap atas tuduhan penghinaan, penghasutan, hingga tuduhan berbuat makar. Togogisasi (membungkam suara-suara kritis) bukanlah jalan tepat dan bijak.

Hanya dengan cara “Berjabat Tangan” yang mampu menyejukkan dan menyatukan sesama saudara-saudara kita, entah yang Muslim, Nasrani, Hindu, Budha, Konghucu, hingga yang berlatar belakang etnis dan suku yang berbeda.

Rakyat pasti akan haru dan bangga ketika melihat presiden Jokowi berjabat tangan dengan para habaib, ulama, tokoh nasionalis, berbagai etnis dan agama, TNI, Polri, rakyat, rival politik, dsb. "karena kekuatan atau gerakan rakyatlah modal utama bagi seorang pemimpin untuk dapat sukses" (Rizal Ramli)

Begitupun sebaliknya, antar etnis dan umat beragama saling bahu membahu melempar senyum, tolong-menolong, menjaga ketertiban dan persatuan bersama, tanpa iri dan curiga. Tanpa radikalisme, ektrimisme dan komunisme. melawan KKN bersama-sama dan merawat keberagaman untuk NKRI tercinta.

Rakyat akan bangga ketika seorang Ahok didalam penjara tersenyum tanpa dendam dan menyadari segala kekeliruannya secara tulus maaf dan menyapa para habaib, para ulama dan rakyat dengan semangat “Indonesia Raya”. 

Itulah keniscayaan yang harus kita perjuangkan bersama, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafĂ»r, (“Negeri yang baik, dibawah naungan Tuhan yang Maha Pengampun”).

Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulada (di belakang memberi dorongan dan arahan, di tengah menciptakan prakarsa dan ide, di depan memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

Contact Form